SEJARAH PENGADILAN NEGERI KABUPATEN MADIUN
Kabupaten Madiun ditinjau dari pemerintahan yang sah, berdiri pada tanggal paro terang, bulan Muharram, tahun 1568 Masehi tepatnya jatuh pada hari Kamis Kliwon tanggal 18 Juli 1668/ Jumat Legi tanggal 15 Suro 1487 Be- Jawa Islam. Berawal pada masa kesultanan Demak, yang ditandai dengan perkawinan putra mahkota Demak Pangeran Surya Patiunus dengan Raden Ayu Retno Lembah Putri dari Pangeran Adipati Gugur yang berkuasa di Ngurawan, Dolopo.
Pusat pemerintahan dipindahkan dari Ngurawan ke desa Sogaten dengan nama baru Purabaya (sekarang Madiun). Pangeran Surya Patiunus menduduki kesultanan hingga tahun 1521 dan diteruskan oleh Kyai Rekso Gati (Sogaten = tempat Rekso Gati) Pangeran Timoer dilantik menjadi bupati Purabaya tanggal 18 Juli 1568 berpusat di Sogaten. Sejak saat itu secara yuridis formal Kabupaten Purabaya menjadi suatu wilayah pemerintahan dibawah seorang bupati dan berakhirlah pemerintahan pengawasan di Purabaya yang dipegang oleh Kyai Rekso Gati atas nama Demak dari tahun 1518 – 1568.
Pada tahun 1575 pusat pemerintahan dipindahkan dari Desa Sogaten ke Desa Wonorejo atau Kuncen, kota Madiun sampai tahun 1590. Pada tahun 1686, kekuasaan pemerintahan Kabupaten Purabaya diserahkan oleh Bupati Pangeran Timur (Panembahan Rangga Jumena) kepada putrinya Raden Ayu Retno Dumilah. Bupati inilah selaku senopati manggalaning perang yang memimpin prajurit prajurit Mancanegara Timur. Pada tahun 1686 dan 1590 Mataram melakukan penyerangan ke Purabaya dengan Mataram menderita kekalahan berat.
Pada tahun 1590, dengan berpura pura takluk, Mataram menyerang pusat istana Kabupaten Purabaya yang hanya dipertahankan oleh Raden Ayu Retno Dumilah dengan sejumlah kecil pengawalnya. Perang tanding terjadi antara Surtawidjaya dengan Raden Ayu Retno Dumilah dilakukan disekitar sendang didekat Istana Kabupaten Wonorejo (Madiun).
Pusaka Tundung Madiun berhasil direbut oleh Sutawidjaya dan melalui bujuk rayunya, Raden Ayu Retno Dumilah dipersunting oleh Sutawidjaya dan diboyong ke istana Mataram di Plered (Jogjakarta) sebagai peringatan penguasaan Mataram atas Purabaya tersebut maka pada hari Jumat Legi tanggal 16 Nopember 1590 Masehi nama “PURABAYA” diganti menjadi “MADIUN”.
Kota Madiun dahulu merupakan pusat dari Karesidenan Madiun, yang meliputi wilayah Magetan, Ngawi, Ponorogo, dan Pacitan. Meski berada di wilayah Jawa Timur, secara kultural Madiun lebih dekat ke budaya Jawa Tengahan (Solo-Jogja), karena lebih dekat secara geografis.
Pada awalnya Madiun memiliki dua wilayah, yaitu Kabupaten Madiun dan Kota Madiun, dimana pengadilan yang ada pertama kali adalah Pengadilan Negeri Madiun, namun sejak adanya pemekaran daerah di tahun 1985 wilayah hukum Pengadilan Negeri Madiun terpecah menjadi dua wilayah yaitu Pengadilan Negeri Kotamadya Madiun yang memiliki yurisdiksi di tiga kecamatan (3) dan Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun yang memiliki yurisdiksi di lima belas (15) kecamatan, yang terdiri dari Kecamatan Madiun, Kecamatan Sawahan, Kecamatan Balerejo, Kecamatan Wonoasri, Kecamatan Mejayan, Kecamatan Pilangkenceng, Kecamatan Saradan, Kecamatan Kare, Kecamatan Gemarang, Kecamatan Wungu, Kecamatan Jiwan, Kecamatan Kebonsari, Kecamatan Dolopo, Kecamatan Dagangan, dan Kecamatan Geger, sedangkan Kecamatan Jiwan dan Sawahan walaupun masuk wilayah Polres Madiun Kota, tetapi yuridiksinya tetap bagian dari wilayah hukum Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun.
Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun beralamat di Jalan Soekarno Hatta Nomor 15, Kecamatan Taman, Kelurahan Demangan, Kota Madiun, Jawa Timur 63133 yang diresmikan pada tanggal 8 November 1983 oleh Direktur Jenderal Pembinaan Badan Peradilan Umum Departemen Kehakiman, H. Roesli, S.H. Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun dari awal diresmikan hingga saat ini telah dipimpin oleh 17 (tujuh belas) Ketua Pengadilan, dan saat ini Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun dipimpin oleh Ibu INDIRA PATMI, S.H.,M.H.